Pada tanggal 14 November 1963, dibuatlah perjanjian “Green Hilton Agreement” antara presiden Sukarno, presiden John F Kennedy dari Amerika Serikat, dan William Vouker yang mewakili Swiss. Isi perjanjian tersebut adalah penggunaan dana rakyat Indonesia sebanyak 57.150 ton emas untuk dipakai sebagai kolateral bagi dunia keuangan AS. Sebagai imbalannya, maka rakyat Indonesia akan mendapatkan fee per tahun sebesar 2,5% dari jumlah 57.150 ton emas tersebut.
Darimana
harta rakyat Indonesia sebanyak 57.150 ton emas itu? ….. Harta
ini bermula dari kisah tabungan 188 kasultanan di Nusantara pada era penjajahan
Belanda dengan cara menyimpan batangan emasnya di De Javasche Bank (DJB), Bank
Sentral pemerintah kolonial Belanda di Jakarta yang kemudian menjadi Bank
Indonesia sekarang. Dengan dalih demi keamanan, harta ini kemudian diangkut ke
negeri Belanda pada jaman pemerinatahan Ratu Yuliana. Tak berapa lama kemudian,
negeri Belanda dicaplok oleh Jerman, sehingga emas itupun disita dan jadi milik
Jerman. Lalu, AS mengalahkan Jerman, sehingga emas itu ada di dalam kekuasaan AS.
Namun berkat kelihaian diplomasi presiden Sukarno, maka AS akhirnya mau
mengakui kepemilikan harta tersebut dalam perjanjian “Green Hilton Agreement”
tersebut.
Dalam perjanjian tersebut, pembayaran fee disepakati mulai terhitung sejak tahun 1965, dan sekarang sudah menginjak tahun 2013. Ini berarti sudah 48 tahun berlalu, sehingga bila dikalikan, maka fee yang seharusnya didapat oleh rakyat NKRI itu kurang lebih sama dengan nilai emasnya itu sendiri. Apabila harga per gram emas sekarang Rp. 500.000,- per gram, maka harga total 57.150 ton emas sama dengan Rp. 28.575 trilyun. Bila dibagi dengan secara merata kepada seluruh rakyat Indonesia, maka tiap orang akan mendapat Rp. 112 juta. Jadi kalau dalam kampanye capres Arwah disebutkan rakyat akan dapat bonus Rp. 100 juta, pada kenyataannya adalah Rp. 112 juta. Di saat capres-capres lain memberikan janji-janji kosong, capres Arwah akan memberikan lebih besar dari yang dijanjikannya.
Dalam perjanjian tersebut, pembayaran fee disepakati mulai terhitung sejak tahun 1965, dan sekarang sudah menginjak tahun 2013. Ini berarti sudah 48 tahun berlalu, sehingga bila dikalikan, maka fee yang seharusnya didapat oleh rakyat NKRI itu kurang lebih sama dengan nilai emasnya itu sendiri. Apabila harga per gram emas sekarang Rp. 500.000,- per gram, maka harga total 57.150 ton emas sama dengan Rp. 28.575 trilyun. Bila dibagi dengan secara merata kepada seluruh rakyat Indonesia, maka tiap orang akan mendapat Rp. 112 juta. Jadi kalau dalam kampanye capres Arwah disebutkan rakyat akan dapat bonus Rp. 100 juta, pada kenyataannya adalah Rp. 112 juta. Di saat capres-capres lain memberikan janji-janji kosong, capres Arwah akan memberikan lebih besar dari yang dijanjikannya.
Selain harta karun berupa emas tersebut, masih ada harta karun lainnya, yaitu berupa kekayaan alam nusantara yang diambil oleh negara asing, seperti banyak perusahaan tambang yang hanya melaporkan eksplorasi tembaga, padahal kenyataannya mereka juga mengeksplorasi emas. Dengan kondisi NKRI yang independen, maka AS dengan mudah bisa mendikte. Namun bila nusantara adalah bagian AS, maka tak mungkinlah AS mendikte dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar