Ada yang mempertanyakan, apakah program
kesejahteraan UMR Rp. 16 juta/bulan dan PPK Rp. 36 juta/bulan itu hanya program
muluk-muluk dari capres Arwah agar terpilih nanti di Pilpres 2014 ?
Jawabannya, tentu saja “tidak”. Program kesejahteraan yang
dicanangkan capres Arwah ini adalah program yang sangat realistis, karena sudah
terbukti SUKSES di wilayah Hawaii.
Untuk menunjukkan hal itu, maka di bawah ini dipaparkan
tulisan tentang perbandingan 3 negara yang kondisi awalnya sama, namun memilih
jalur kebijakan yang berbeda-beda, sehingga menghasilkan kesejahteraan yang
berbeda-beda pula (dicuplik dari bab 2 buku “Robohnya NKRI Kami” karya capres Arwah).
BAB 2
Kalau
Bisa Cepat, Mengapa Pakai Yang Lambat?
Kalau
Bisa Mudah, Mengapa Pakai Yang Susah?
Kalau Bisa Murah, Mengapa Pakai Yang
Mahal?
Ada anekdot menarik dalam persaingan program
ruang angkasa Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Keduanya sama-sama mengetahui
bahwa pena biasa tidak bisa digunakan dalam kondisi gravitasi nol, namun mereka
memecahkan masalah itu dengan cara berbeda.
Amerika Serikat mengeluarkan dana
jutaan dolar dan waktu bertahun-tahun melakukan eksperimen untuk menemukan
“pena astronot” yang bisa dipakai di ruang angkasa. Pena itu menggunakan
teknologi tinta khusus yang dimasukkan ke dalam tabung bertekanan gas nitrogen.
Dan Uni Sovyet memecahkan masalah
tersebut dengan cara yang cepat, mudah, dan murah. Mereka menggunakan… pensil!
Kisah di atas memberikan hikmah, bahwa
pemilihan strategi menjadi sangat penting untuk mencapai sebuah tujuan.
Strategi yang salah di awal program akan memaksa kita melewati proses yang
berbelit, berbiaya mahal, menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Itupun belum
bisa menjamin usaha yang dilakukan akan sampai pada tujuan yang diinginkan.
Perbandingan
Nasib 3 Bangsa
Di dunia internasional, ternyata
anekdot tersebut terjadi pada 3 bangsa yang memilih jalan yang berbeda-beda
pasca kemerdekaan. Ketiga bangsa tersebut adalah Hawaii, Filipina, dan Puerto
Rico. Perbedaan strategi dari ketiga bangsa tersebut adalah:
·
Bangsa
Hawaii memilih untuk bergabung menjadi negara bagian Amerika Serikat (AS)
·
Bangsa
Filipina memilih untuk punya kemerdekaan penuh
·
Bangsa
Puerto Rico memilih jalan tengah, tidak masuk menjadi bagian AS seperti Hawaii,
namun juga tidak memilih untuk merdeka 100% seperti Filipina. Status yang dipilih
oleh Puerto Rico adalah negara Persemakmuran (commonwealth) dari AS
Pemilihan strategi itu ternyata
berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik dari ketiga
bangsa itu. Untuk lebih rincinya, maka di bawah ini dibahas perjalanan sejarah
masing-masing negara tersebut.
Kesuksesan
Hawaii
Semua orang pasti kenal Hawaii. Sebuah
kepulauan indah di tengah samudra Pasifik. Walaupun jaraknya jauh dari
mana-mana, tetapi orang tetap berbondong-bondong datang mengunjunginya. Daya
tarik pariwisata yang sukses dikembangkan di wilayah itu bisa menjadi magnet
bagi para turis.
Sejarah pemerintahan Hawaii dimulai sejak
raja Kamehameha I sukses mempersatukan seluruh kepulauan itu pada tahun 1810.
Perjalanan sejarah Hawaii mirip NKRI, karena penuh konflik perang perebutan
kekuasaan. Kudeta pertama terjadi tahun 1819, pada masa pemerintahan Kamehameha
II, yang dilakukan oleh sepupunya yang bernama Kekuaokalani.
Sama seperti NKRI, pengaruh asing juga
mendominasi negeri Hawaii. Tahun 1815, Tsar Alexander I dari Rusia menguasai
dan mendirikan tiga benteng di pulau Kaua’i, yang berada di ujung utara Hawaii.
Kemudian pasukan Perancis dipimpin oleh kapten Laplace menyerang raja
Kamehameha III pada tahun 1839, dan menuntut pembayaran ganti rugi 20.000
dolar. Lalu pada tahun 1843, Lord George Paulet menginvasi Hawaii dan memaksa
raja Kamehameha III turun tahta, lalu menjadikan Hawaii koloni Inggris. Namun
penjajahan itu tidak berlangsung lama, ketika Perancis dan Amerika Serikat
bersama-sama mendudukkan kembali raja Kamehameha III di tahta kerajaan, tentu
saja dengan imbalan beberapa konsesi.
Tahun 1887, ketika Hawaii diperintah
raja David Kalakaua, terjadi pemberontakan milisi bersenjata yang terkenal
dengan nama “Senapan Honolulu”, bertujuan menghapus kekuasaan absolut raja
melalui penerapan Konstitusi Bayonet (karena dipaksakan melalui todongan
bayonet). Kekuasaan raja David Kalakaua akhirnya hanya dibatasi sebagai kepala
negara saja, sampai ia meninggal pada tahun 1891, dan digantikan oleh saudara
perempuannya yang bernama ratu Lili’uokalani.
Tak beberapa lama setelah menjabat,
ratu Lili’uokalani berusaha mengganti Konstitusi Bayonet dengan konstitusi baru
yang memungkinkan kekuasaan absolut dikembalikan pada kerajaan. Hal ini memicu
pecahnya revolusi pada tahun 1893, yang merubah Hawaii dari kerajaan menjadi
republik. Yang kemudian menjadi presiden adalah Sanford Dole. Tak lama
berselang, putri Lili’uokalani dibantu oleh kolonel Robert Wilcox memberontak,
tapi bisa dikalahkan oleh pasukan republik.
Pada tahun 1898, saat akan meletusnya
perang Spanyol-Amerika, membuat presiden William McKinley merasa pentingnya
posisi Hawaii bagi angkatan laut AS yang
akan berperang dengan Spanyol di perairan Filipina. Pimpinan republik Hawaii
juga lebih suka menjadikan Hawaii bagian dari negara AS, daripada harus kembali
ke pemerintahan kerajaan lagi. Faktor itu yang membuat Hawaii dianeksasi
menjadi wilayah AS. Sanford Dole melepas jabatan presiden, dan kemudian oleh
presiden McKinley diangkat menjadi gubernur Hawaii yang pertama.
Sejak saat itu kondisi Hawaii menjadi
damai tanpa ada pergolakan. Kekacauan hanya terjadi pada tahun 1941, ketika
Jepang memulai perang Asia Pasifik dengan membom Pearl Harbor. Sebuah
pergolakan yang dialami oleh orang di seluruh dunia, karena saat itu sedang
berkecamuk Perang Dunia Kedua.
Pada tahun 1959, akhirnya Hawaii resmi
menjadi negara bagian Amerika Serikat, setelah sebelumnya dilakukan referendum
dengan hasil 93% penduduk setuju bergabung. Dan Hawaii akhirnya berkembang
seperti sekarang ini, menjadi pusat turisme dan rakyatnya punya pendapatan perkapita
49.000 dolar, sehingga masuk ke dalam kelompok daerah terkaya di dunia.
Kegagalan
Filipina
Filipina yang terdiri dari ribuan pulau
dan mempunyai ratusan bahasa daerah, awalnya didiami oleh suku-suku Negrito,
kemudian digantikan oleh orang-orang Austronesia. Sejak abad ke-9, mulai
berkembang kerajaan-kerajaan kecil, salah satunya keraton Sulu yang beragama
Islam, yang di kitab Negarakertagama disebut dengan nama Solot.
Penjajahan
dan pemukiman Spanyol
dimulai dengan kedatangan ekspedisi Miguel López de Legazpi
pada tahun 1565, dan kekuasaan kolonial ini bertahan sampai 3 abad lamanya.
Nama Filipina, atau Philippine, pun jadi berbau Spanyol karena diambil dari
nama raja Philip II yang saat itu sedang berkuasa.
Pada tahun 1892, Andres Bonifacio
mendirikan kelompok perjuangan bawah tanah bernama Katipunan yang bercita-cita
memerdekakan Filipina dari penjajahan Spanyol. Lalu pada tahun 1895, Emilio
Aguinaldo bergabung dengan Katipunan. Setahun kemudian, pada tahun 1896, perang
kemerdekaan Filipina meletus ketika Spanyol mulai mencium adanya gerakan
Katipunan.
Namun, revolusi kemerdekaan Filipina yang
mengedepankan perjuangan fisik akhirnya melahirkan tragedi perang saudara:
Andres Bonifacio dibunuh atas perintah Emilio Aguinaldo pada tahun 1897,
padahal kemerdekaan belum didapat tapi perpecahan sudah terjadi. Begitu
kejamnya perang saudara tersebut, membuat Bonifacio bernasib seperti Tan Malaka[1],
yang tulang belulangnya tak diketahui dimana rimbanya. Dan sejarah Filipina
mencatat kedua tokoh yang saling berperang itu sebagai pahlawan nasional.
Sungguh ironis!
Pembunuhan lawan politik yang dilakukan
oleh Aguinaldo tidak berhenti sampai disitu. Jenderal Antonio Luna, yang
menjabat sebagai pimpinan angkatan darat pemerintah revolusioner Filipina pun
dibunuh atas perintahnya. Luna, walaupun bisa dibilang sebagai anak buahnya,
namun prestasi dan kepopulerannya membuat Aguinaldo merasa tersaingi.
Dengan bantuan Amerika Serikat,
penjajah Spanyol akhirnya bisa diusir dari bumi Filipina. Lagi-lagi Emilio
Aguinaldo menggunakan cara perjuangan fisik, karena tanpa diplomasi dengan
pemerintah AS terlebih dahulu, ia mendeklarasikan secara sepihak kemerdekaan
Filipina pada 12 Juni 1898. Negara AS yang merasa Filipina masih menjadi haknya
karena diberikan oleh Spanyol dalam Perjanjian Paris 1898, tidak bisa
menerimanya. Dan pecahlah perang antara pasukan Emilio Aguinaldo melawan tentara
AS, yang mengakibatkan penderitaan rakyat Filipina. Setelah 3 tahun berperang, Emilio
Aguinaldo berhasil ditangkap oleh tentara AS. Akhirnya Emilio Aguinaldo
mengucapkan sumpah setia pada negara AS tahun 1901, dan memperoleh uang
pensiun. Rakyat Filipina yang telah menjadi korban peperangan tak mendapatkan
apapun.
Sejak saat itu, Filipina menjadi
wilayah teritorial negara AS, dan pada tahun 1935 menjadi negara persemakmuran
AS. Sebagai presidennya adalah Manuel Quezon yang terpilih melalui pemilu
dengan mengalahkan Emilio Aguinaldo. Salah satu faktor yang membuat kemenangan
Quezon (yang sewaktu perang kemerdekaan menjadi ajudan Aguinaldo), karena Quezon
berkampanye tentang pembunuhan Andres Bonifacio oleh Aguinaldo pada tahun 1897.
Sebuah fakta bahwa ingatan akan kekerasan masih terus membara, walau sudah 38
tahun berlalu.
Manuel Quezon terpaksa melarikan diri
ke Amerika Serikat ketika Jepang menyerbu Filipina pada tahun 1942 dan
meninggal dalam pengasingan. Emilio Aguinaldo, seperti juga Soekarno dan Hatta,
dikaryakan oleh Jepang untuk menggalang dukungan rakyat menentang tentara
sekutu melalui kampanye, pidato, penerbitan artikel, serta siaran radio. Ketika
Jepang mengalami kekalahan, Aguinaldo ditangkap oleh tentara sekutu dengan
tuduhan sebagai kaki tangan Jepang.
Sampai disini, pada akhir Perang Dunia
Kedua, Filipina memilih jalan yang berbeda dengan Hawaii. Bila Hawaii memilih
tetap bergabung dengan negara AS, maka Filipina menuntut kemerdekaan penuh.
Akhirnya, AS memberikan kemerdekaan pada Filipina pada tanggal 4 Juli 1946.
Namun, kemerdekaan tidak membuat kehidupan rakyat Filipina menjadi lebih baik,
buktinya sekarang ini pendapatan perkapita rakyatnya hanya 3.400 dolar.
Bandingkan dengan pendapatan perkapita rakyat Hawaii yang mencapai 49.000, atau
14,4 kali lebih besar.
Ternyata kemerdekaan hasilnya lebih
buruk daripada aneksasi, buktinya kondisi politik di Filipina jauh lebih parah
dibanding Hawaii. Bila pergantian gubernur di Hawaii hanya diwarnai dengan
kampanye dan debat politik ala AS, maka pergantian presiden di Filipina sering
berdarah-darah, seperti revolusi people
power yang terjadi di akhir era pemerintahan Ferdinand Marcos, berbagai
kudeta yang didalangi oleh Gregorio Honasan pada jaman pemerintahan Corazon Aquino,
serta kesemrawutan politik yang membuat presiden Joseph Estrada diturunkan dari
jabatannya lalu dimasukkan ke masuk penjara. Dan presiden Gloria Macapagal
Arroyo, walaupun bisa selesai sampai akhir jabatan, namun akhirnya dibui juga.
Jalan menuju kemerdekaan juga membuat
bangsa Filipina terpecah-pecah, akibat sisa-sisa perebutan kekuasaan antar
bapak bangsa. Sehingga kini, rakyat Filipina dibingungkan oleh berbagai
kontradiksi sejarah, salah satunya adalah 2 versi tanggal kemerdekaan Filipina:
versi pertama 12 juni 1898 (dideklarasikan oleh Emilio Aguinaldo) dan yang
kedua meyakini 4 Juli 1946 (diberikan oleh pemerintah AS). Ada juga yang memperdebatkan
kenapa deklarasi Republik Filipina tanggal 28 Agustus 1896 yang dilakukan oleh
Andres Bonifacio tidak diakui? Mengapa Miguel Malvar yang menggantikan posisi
Emilio Aguinaldo (setelah ditangkap oleh tentara AS tahun 1901) tidak diakui
sebagai presiden kedua? Buku sejarah memang tidak adil, tulisannya tergantung
pada keinginan pemerintah yang berkuasa.
Kemerdekaan, selain membuat perpecahan
politik (akibat budaya kekerasan yang dilahirkan oleh revolusi merebut
kemerdekaan), juga membuat pertikaian di sektor lain. Seperti pemilihan bahasa
Tagalog sebagai bahasa resmi Filipina, membuat kecemburuan pada suku Visayan di
pulau Cebu, dan suku Moro di pulau Mindanau, karena bahasa Tagalog hanya
popular di pulau Luzon.
Ini berbeda dengan keadaan ketika
presiden AS, William McKinley, memerintahkan penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa resmi di Filipina tahun 1898. Tak ada kecemburuan timbul dari
masing-masing suku, karena tidak ada yang diistimewakan. Dan sekarang pun,
rakyat Filipina berhutang budi dengan McKinley, yang telah membuat 93% penduduk
Filipina bisa berbahasa Inggris. Inilah salah satu alasan mengapa banyak warga
Filipina bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan di luar negeri. Rakyat
Filipina pantas berterima kasih pada presiden AS itu.
Kalau kemerdekaan hanya membuat
kesengsaraan, mengapa Filipina memilih untuk bertumpah darah merebut
kemerdekaan dari AS? Alasan utamanya, karena mereka menganut prinsip
nasionalisme sempit. Seperti pernyataan presiden Manuel Quezon, “lebih baik negara Filipina diperintah seperti
di neraka oleh bangsa Filipina sendiri, daripada dijalankan seperti di sorga
oleh bangsa Amerika, karena seburuk apapun pemerintahan Filipina, kita bisa segera
menggantinya”. Quezon menganggap pemerintahan bangsa Filipina yang buruk
akan mudah diperbaiki dengan cara menggantinya. Namun kenyataan bicara lain,
orang yang sudah menjadi presiden, ternyata susah diturunkan, itu terbukti saat
Ferdinand Marcos berkuasa.
Sebenarnya bangsa Filipina adalah
bangsa yang ulet, pintar dan mau bekerja keras, tidak kalah dari bangsa Hawaii.
Bila rakyat Filipina jauh lebih miskin dari rakyat Hawaii, itu semua karena
strategi awalnya, Filipina memilih merdeka pada 4 Juli 1946 dan Hawaii memilih bergabung
menjadi negara bagian AS pada 21 Agustus 1959. Dengan menjadi negara bagian AS,
Hawaii bisa memanfaatkan lokasinya untuk kepentingan geopolitik AS, sehingga
walaupu terpencil, Hawaii mendapat banyak perhatian dari AS. Sebaliknya, sejak
memperoleh kemerdekaan penuh, Filipina hanya menjadi ajang pertikaian antar
tokoh-tokohnya dalam memperebutkan kursi kepresidenan, tanpa ada wasit dari
Washington DC.
Kebimbangan
Puerto Rico
Puerto Rico adalah sebuah pulau di
kepulauan Karibia bertetangga dengan Dominika, Haiti, Jamaika, dan Kuba.
Penduduk pertama yang mendiami Puerto Rico adalah orang-orang Aborigin, yang
dikenal dengan nama Tainos. Tanggal 19 November 1493, tanah ini diklaim sebagai
koloni Spanyol oleh Christopher Columbus. Penjajahan Spanyol ini bertahan
hingga 400 tahun.
Pada tahun 1898, Puerto Rico mempunyai
kesamaan nasib dengan Filipina. Karena dalam Perjanjian Paris (menyusul
kekalahan Spanyol dalam perang melawan AS), wilayah Puerto Rico, Guam, dan Filipina
diberikan Spanyol kepada AS dengan ganti rugi 20 juta dolar.
Tahun 1947, setelah melalui berbagai
diplomasi, AS memberikan kebebasan pada Puerto Rico untuk memilih gubernur
mereka sendiri. Setahun kemudian, pada pemilihan umum 1948, terpilihlah Luiz
Munoz Marin sebagai gubernur. Namun sayang, kebebasan berpolitik yang ada tidak
dipakai untuk melakukan referendum penentuan kehendak rakyat untuk menjadikan
Puerto Rico negara bagian AS, sebagaimana yang dilakukan oleh rakyat Hawaii.
Sebaliknya, beberapa sekelompok aktivis
partai politik melakukan kegiatan yang merugikan Puerto Rico sendiri. Seperti
yang dilakukan oleh Pedro Albizu Campos, ketua partai Nasionalis, yang memimpin
pemberontakan melawan pemerintah AS pada 30 oktober 1950 dengan tujuan ingin
mendapatkan kemerdekaan penuh. Sebanyak 3.000 pendukung kemerdekaan ditangkap
dan Campos sendiri dijatuhi hukuman 80 tahun penjara, namun pada 1964 dimaafkan
dan dibebaskan oleh gubernur Luiz Munoz Marin.
Pada tanggal 1 November 1950, Oscar
Collazo dan Griselio Torresola, dua orang aktivis partai Nasionalis menyerang
kediaman presiden Harry Truman. Namun usaha pembunuhan itu bisa digagalkan. Torresola
tertembak saat kejadian, dan Collazo dijatuhi hukuman mati, namun oleh Truman
dimaafkan dan diganti menjadi hukuman seumur hidup. Collazo mendapat
pengampunan dari presiden Jimmy Carter dan dibebaskan tahun 1979, setelah
mendekam di penjara selama 29 tahun.
Pada tanggal 1 maret 1954, aktivis
partai Nasionalis bernama Lolita Lebron bersama beberapa rekannya, menembaki
gedung Capitol dan melukai 5 orang anggota Kongres, salah satunya adalah Alvin
Bentley, anggota DPR dari Michigan. Sama seperti Collazo, setelah berpuluh
tahun dipenjara, Lebron dimaafkan dan dibebaskan oleh presiden Jimmy Carter
tahun 1979.
Apa yang dilakukan oleh aktivis-aktivis
garis keras partai Nasionalis tersebut di atas adalah usaha-usaha untuk
mendapatkan kemerdekaan dengan cara kekerasan, seperti yang pernah terjadi di
Filipina. Andaikan usaha mereka berhasil, kemungkinan Puerto Rico bisa menjadi
negara merdeka, namun penuh dengan perang saudara, mengingat bibit-bibit
kekerasan telah disemai di dalam partai Nasionalis. Belum lagi, cara-cara
kekerasan yang dilakukan oleh aktivis partai Nasionalis dengan menembaki gedung
Capitol, membuat beberapa anggota Kongres berupaya agar negara AS menghukum
Puerto Rico.
Untungnya, ada sebagian masyarakat
Puerto Rico yang memilih cara damai dan mengedepankan perjuangan kesejahteraan rakyat.
Lokomotif dari gerakan ini adalah partai Demokrasi Popular pimpinan Luiz Munoz
Marin. Kemenangan Marin yang diusung oleh partai Demokrasi Populer pada pemilu
1948 menunjukkan bahwa rakyat Puerto Rico lebih menyukai perjuangan ekonomi
dibanding perjuangan fisik.
Saat ini, menyangkut status wilayah, di
Puerto Rico terjadi tarik-menarik antara 3 kelompok utama:
1.
yang
menginginkan kemerdekaan penuh, yang dimotori oleh partai Kemerdekaan dan
partai Nasionalis,
2.
yang
menginginkan status quo, yaitu sebagai negara Persemakmuran, diorganisir oleh
partai Demokrasi Populer,
3.
yang
menginginkan Puerto Rico sebagai menjadi negara bagian AS ke-51 diwadahi oleh
partai Progresif Baru[2].
Sekarang ini, dengan terpilihnya ketua
partai Progresif Baru, Luis Fortuno, sebagai gubernur Puerto Rico, serta
mayoritas kursi yang diraih partai ini di DPR menunjukkan bahwa lebih banyak
rakyat Puerto Rico yang menginginkan negerinya menjadi negara bagian AS. Namun
belum adanya referendum membuat keinginan mayoritas rakyat Puerto Rico tidak
bisa terealisasi.
Sebagai negara Persemakmuran, maka
Puerto Rico tidak bisa menikmati beberapa hak istimewa yang dimiliki wilayah
yang sudah punya status negara bagian. Perwakilan Puerto Rico tidak punya hak
suara di Kongres AS, dan rakyat Puerto Rico (walaupun tercatat sebagai warga
negara AS) tapi tidak punya hak pilih dalam pilpres AS. Tanpa adanya hak suara
dan hak pilih, tentu saja membuat kepentingan Puerto Rico jadi kurang terwakili
di pemerintahan AS. Para pemegang kekuasaan dan politikus di Washington pun tak
terlalu menghiraukan keadaan Puerto Rico, karena suara dari Puerto Rico tak
berpengaruh dalam pemilu dan pilpres. Hal ini berimbas pada pembangunan
ekonomi, karena faktanya pendapatan perkapita rakyat Puerto Rico hanya 23.000
dolar, jauh di bawah Hawaii yang 49.000 dolar. Negara bagian AS yang paling
rendah pendapatan perkapitanya, yaitu Mississippi, masih jauh di atas Puerto
Rico, dengan besaran 33.000 dolar.
Hikmah
Dari Sejarah 3 Bangsa
Dengan membandingkan perjalanan sejarah
ke-3 bangsa tersebut, yaitu Hawaii, Filipina, dan Puerto Rico, maka bisa
disimpulkan sebagai berikut.
·
Hawaii
dengan jalan bergabung menjadi negara bagian AS, telah membuat rakyatnya kaya.
Walaupun Hawaii merupakan daerah terpencil, tapi dengan kemajuan teknologi
serta kekuatan superpower AS, membuat
daerah ini bisa menjadi pusat turisme dunia.
·
Perang
kemerdekaan Filipina hanya menyemai bibit-bibit kekerasan yang terus menghantui
kehidupan politik. Kemerdekaan 100% juga membuat negara ini tak punya payung superpower yang bisa mendukung
keberhasilan dalam pembangunan ekonomi. Kemerdekaan telah mengantarkan Filipina
masuk ke dalam kelompok negara termiskin di dunia.
·
Status
negara Persemakmuran telah membuat Puerto Rico tidak bisa memanfaatkan hak-hak
istimewa sebuah negara bagian, sehingga Puerto Rico pendapatan perkapitanya masih
jauh di bawah negara bagian AS yang termiskin.
Kemerdekaan
Membawa Kesengsaraan
Dari artikel di atas, dapat
kita ketahui bahwa kemerdekaan yang didapat Filipina ternyata hanya membawa
pada kesengsaraan pada rakyatnya. Dan yang lebih menyedihkan lagi, kemerdekaan
NKRI itu hasilnya lebih parah dari kemerdekaan Filipina, karena:
- · Kemerdekaan Filipina didapat dengan gratis dari AS. Sedangkan kemerdekaan NKRI didapat dari Belanda dengan biaya 4,1 milyar dolar. Plus darah para pahlawan yang gugur dalam konflik sebelumnya.
- · Perang saudara di NKRI lebih fatal dari Filipina. Yang terutama adalah peristiwa G30S PKI yang menewaskan 1 juta rakyat NKRI.
Kalau kemerdekaan
membawa kesengsaraan, berarti kemerdekaan tidak penting? ..... Tentu saja kemerdekaan itu sangat penting. kemerdekaan adalah syarat utama untuk menciptakan masyarakat sejahtera. Namun bila Filipina dan NKRI, setelah merdeka menjadi terpuruk, itu karena keduanya salah dalam memilih "jenis kemerdekaan". Filipina dan NKRI memilih jenis “kemerdekaan berdikari”,
sedangkan Hawaii memilih “kemerdekaan gotong royong”.
Apa yang dimaksud dengan
“kemerdekaan gotong royong”? ……. Kemerdekaan yang direalisasikan dalam bentuk
negara federal, seperti Hawaii di dalam negara federal AS. Dengan bergotong
royong bersama Texas, New York, Florida, Los Angeles, Massachussetts, dll, maka
Hawaii tidak perlu mengeluarkan seluruh dana untuk membiayai Hankam (tentara
dan persenjataannya), Kementrian Luar Negeri (dan jaringan kedubesnya), lembaga-lembaga
nasional, dll. Sehingga dananya bisa dihemat dan dimanfaatkan untuk pogram-program
kesejahteraan rakyatnya.
MOHON DIRENUNGKAN:
Apabila Arwah menjadi presiden 2014, maka banyak keuntungan akan
didapat, salah satunya adalah UMR Rp. 16 juta/bulan dan PPK Rp. 36
juta/bulan. Plus, BONUSnya adalah Rp. 100 juta rupiah per orang (bagi
seluruh rakyat Indonesia). Untuk merealisasikan cita-cita tersebut,
hanya perlu 3 langkah sederhana, yaitu:
- Sebarkan link web "Arwah2014" ini ke berbagai milis, twitter, facebook, dan jejaring sosial lainnya. Juga tulis artikel tentang Arwah di koran, buku, majalah, dan media massa lainnya.
- Apabila ada survei tentang capres, sebutkan nama "Arwah"
- Dalam Pilpres 2014, coblos capres "Arwah"
Capres lain hanya mengajak anda menyanyikan lagu "Indonesia Raya",
maka capres Arwah mengajak anda untuk "Bersama Kita Kaya Raya"
maka capres Arwah mengajak anda untuk "Bersama Kita Kaya Raya"
JANGAN SIA-SIAKAN HAK ANDA DI 2014 !!!
[1]
Setelah berpuluh tahun tak diketahui, makam Tan Malaka baru-baru ini ditemukan
di desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, setelah seorang ahli sejarah Belanda,
Harry Poeze, melakukan penelitian selama 36 tahun.
[2]
Tujuan perjuangan partai Progresif Baru sama dengan gAMERIKA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar