Dengan mengucap "Bismillah hir-Rahman nir-Rahim", seorang Arwah (Aris Wahyudi) membulatkan tekad untuk menjadi calon presiden NKRI 2014-2019.
Latar belakang Arwah mencapreskan diri tanpa melalui proses didorong-dorong oleh organisasi, disebabkan Arwah ingin ada budaya kejujuran dalam politik Indonesia. Selama ini, banyak orang yang mencapreskan diri dengan cara munafik. Mereka pura-pura tidak berkeinginan, tetapi di belakangnya mereka menyusun kekuatan, menggalang dukungan, untuk dijadikan alasan bagi ambisi mereka menjadi presiden. Arwah meyakini, budaya seperti ini tidak benar, karena "tanpa kemunafikan, Indonesia akan lebih baik."
Sedangkan alasan Arwah maju sebagai capres, karena dipicu oleh 3 faktor berikut ini:
Walaupun bukan konglomerat, walaupun bukan pejabat, walaupun bukan ketua partai, walaupun bukan anak orang terkenal, namun Arwah tetap berkeyakinan
akan memenangi Pilpres 2014. Optimisme ini timbul berkat Arwah mempunyai
keyakinan bahwa ”bukan jabatan, uang,
ataupun trah keturunan yang akan menjadi penolong sebuah usaha, karena penolong
yang sesungguhnya adalah Allah SWT.”
Semoga perjuangan Arwah untuk menjadi presiden 2014 bisa dijadikan sebagai “Chicken Soup for the Soul” bagi rakyat Indonesia. Agar wong cilik, orang miskin, kaum terpinggirkan, semuanya terpacu untuk berani bercita-cita, berani untuk bermimpi. Agar kata-kata pahlawan Soekarno “gantungkan cita-citamu setinggi langit” tidak hanya menjadi pepatah saja, tetapi benar-benar menjadi pegangan hidup. MAN JADDA WAJADA !
Semoga perjuangan Arwah untuk menjadi presiden 2014 bisa dijadikan sebagai “Chicken Soup for the Soul” bagi rakyat Indonesia. Agar wong cilik, orang miskin, kaum terpinggirkan, semuanya terpacu untuk berani bercita-cita, berani untuk bermimpi. Agar kata-kata pahlawan Soekarno “gantungkan cita-citamu setinggi langit” tidak hanya menjadi pepatah saja, tetapi benar-benar menjadi pegangan hidup. MAN JADDA WAJADA !
Sedangkan alasan Arwah maju sebagai capres, karena dipicu oleh 3 faktor berikut ini:
1. Rakyat sudah kenyang dengan janji-janji kosong.
Dari dulu hingga kini, semua capres hanya memberikan "janji-janji kosong" semata.
Hasilnya, ketika terpilih menjadi presiden, yang bersangkutan tidak
terpacu untuk memenuhi janjinya, tetapi hanya ingin menikmati empuknya
kursi kekuasaan.
Lalu, bagaimana kita bisa tahu seorang capres itu memberikan janji-janji kosong?
Hal itu bisa dilihat dari isi janjinya, apabila bersifat KUALITATIF, maka sudah pasti itu janji kosong. Janji yang kualitatif (alias janji kosong), pasti di dalamnya tidak berani menyebutkan "angka", contohnya:
Hal itu bisa dilihat dari isi janjinya, apabila bersifat KUALITATIF, maka sudah pasti itu janji kosong. Janji yang kualitatif (alias janji kosong), pasti di dalamnya tidak berani menyebutkan "angka", contohnya:
- membuat rakyat sejahtera.
- pemimpin yang tegas, berani, sederhana, amanah, merakyat, jujur, cerdas, dll.
- katakan tidak pada korupsi
- partai bersih
Untuk memperbaiki kondisi itu, maka Arwah dalam janji-janji politiknya selalu bersifat kuantitatif (menyertakan angka), yaitu:
- UMR Rp. 16 juta per/bulan (tanpa memberatkan pengusaha).
- Pendapatan perkapita (PPK) Rp. 36 juta/bulan.
- Membuka 10 juta lapangan kerja
- Efisiensi anggaran APBN sebesar Rp. 200 trilyun/tahun
- Memberantas korupsi, sehingga rangking CPI (indeks korupsi) naik dari ke-100 menjadi ke-19
- Pendapatan negara (dalam APBN) menembus angka Rp. 2000 trilyun (saat ini hanya Rp. 1.539 trilyun)
- Melunasi hutang Indonesia sebesar Rp. 1.975 trilyun.
- Sepakbola masuk World Cup (32 besar)
Sebuah janji-janji politik yang luar biasa dari Arwah, namun apakah hal itu bisa terealisasi, karena presiden Suharto yang berkuasa 32 tahun saja tidak berhasil?..... Arwah yakin hal itu bisa terealisasi karena sudah merancang konsep kreatif dimana Indonesia bisa ditransformasikan menjadi masyarakat yang maju dan makmur. (Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di tab "MANIPOL" atau di link www.gamerika.blogspot.com).
2. Seorang presiden harus punya rencana-rencana global yang besar, tapi efisien.
Indonesia hidup di tengah-tengah masyarakat global, namun kebijakan luar negeri Indonesia tidak ada yang strategis. Selama ini, kunjungan presiden ke luar negeri, tak lebih dari "ngendong kenegaraan" dalam hubungan bilateral, ataupun memenuhi undangan "kondangan kenegaraan" di konferensi internasional. Hal ini membuat NKRI, walaupun sebuah negara besar, tetapi hanya menjadi pion dalam percaturan global. Hasilnya, NKRI sering didikte negara lain dan kalah dalam perundingan internasional, sebagai contoh adalah terlepasnya pulau Sipadan dan Ligitan.
Dalam sejarah NKRI, hanya presiden Soekarno yang punya rencana-rencana global yang besar. Berbagai gagasan besar dilontarkan oleh beliau, seperti Konferensi Asia Afrika (cikal bakal gerakan Non Blok untuk menyaingi Blok Barat dan Blok Timur), Conefo (untuk menyaingi PBB), Ganefo (untuk menyaingi Olimpiade). Hal itu membuat rakyat bangga, karena Indonesia bisa diakui sebagai negara besar. Namun sayangnya, proyek politik internasional yang dibangun Soekarno menelan dana yang sangat besar, sehingga menyebabkan hiper-inflasi sampai melebihi 600% per tahun.
Dalam sejarah NKRI, hanya presiden Soekarno yang punya rencana-rencana global yang besar. Berbagai gagasan besar dilontarkan oleh beliau, seperti Konferensi Asia Afrika (cikal bakal gerakan Non Blok untuk menyaingi Blok Barat dan Blok Timur), Conefo (untuk menyaingi PBB), Ganefo (untuk menyaingi Olimpiade). Hal itu membuat rakyat bangga, karena Indonesia bisa diakui sebagai negara besar. Namun sayangnya, proyek politik internasional yang dibangun Soekarno menelan dana yang sangat besar, sehingga menyebabkan hiper-inflasi sampai melebihi 600% per tahun.
Sama seperti Soekarno, maka Arwah juga mempunyai rencana-rencana global yang besar, yaitu:
- Mendapatkan Hak Veto di PBB
- Islamisasi Hollywood
- Menjadi pusat finansial dunia
- Menjadi pusat teknologi informasi dunia
Lalu, apa perbedaan pemikiran antara Soekarno dan Arwah?..... Soekarno berusaha membuat organisasi baru (Conefo, Ganefo) untuk menyaingi organisasi dunia yang sudah mapan (PBB, Olimpiade), hal ini membuat program-program Soekarno jadi mahal pembiayaannya bagi NKRI..... Sedangkan program Arwah adalah menguasai organisasi dunia yang sudah mapan itu dengan menggunakan "strategi kuda Troya", masuk ke dalam sistim tersebut untuk kemudian menguasai. Hal ini membuat program-program Arwah tidak memerlukan pendanaan, tetapi malahan menghasilkan pemasukan finansial. (Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di tab "MANIPOL" atau di link www.gamerika.blogspot.com).
3. Presiden Marhaen untuk rakyat Marhaen.
Ajaran Marhaen-isme lahir saat Soekarno bersepeda di Bandung selatan pada dasawarsa 1920-an, bertemu dengan Marhaen, seorang petani miskin yang hidupnya bergantung dari hasil sepetak tanah yang digarapnya. Oleh Soekarno, nama Marhaen digunakan sebagai simbol untuk menggambarkan "rakyat Indonesia yang miskin, bukan karena
kemalasannya atau kebodohannya, akan tetapi ia miskin karena dimiskinkan
oleh sistem yang ada."
Yang memprihatinkan dari demokrasi di Indonesia adalah: "rakyat yang sebagian terbesarnya (mencapai 150 juta) adalah para Marhaen ternyata memilih capres dari golongan minoritas non-Marhaen (para pejabat, kaum borju, jenderal, dan keturunannya)." Memang golongan non-Marhaen bisa saja melakukan pencitraan dengan mengunjungi kampung kumuh selama 30 menit, atau menginap semalam di rumah reot, namun itu hanya bisa melihat kenestapaan para Marhaen, tak bisa menyelami rasa kecemasan para Marhaen yang miskin itu. Kenestapaan yang disebabkan oleh tiadanya beras untuk dimakan keluarganya, dan kecemasan akibat rentenir telah mengirimkan tukang tagihnya..... Oleh karena itu, sebaik-baiknya presiden untuk kaum Marhaen adalah capres yang latar belakangnya adalah seorang Marhaen.
Sebagai seorang petani jamur tiram, maka Arwah adalah seorang Marhaen. Andaikata Soekarno melakukan perjalanan bersepeda pada saat sekarang ini, dan dilakukan di daerah Cipanas, maka niscaya ajaran beliau akan dinamakan Arwah-isme. Selama ini, para pengagum Soekarno hanya membaca sejarah Marhaenisme, tanpa menerapkannya. Menurut Soekarno, orang-orang seperti ini hanya "mewarisi abunya sejarah, bukan apinya sejarah." Maka dari itu, tujuan Arwah mencapreskan diri semata-mata adalah untuk mewarisi api sejarahnya Soekarno.
Yang memprihatinkan dari demokrasi di Indonesia adalah: "rakyat yang sebagian terbesarnya (mencapai 150 juta) adalah para Marhaen ternyata memilih capres dari golongan minoritas non-Marhaen (para pejabat, kaum borju, jenderal, dan keturunannya)." Memang golongan non-Marhaen bisa saja melakukan pencitraan dengan mengunjungi kampung kumuh selama 30 menit, atau menginap semalam di rumah reot, namun itu hanya bisa melihat kenestapaan para Marhaen, tak bisa menyelami rasa kecemasan para Marhaen yang miskin itu. Kenestapaan yang disebabkan oleh tiadanya beras untuk dimakan keluarganya, dan kecemasan akibat rentenir telah mengirimkan tukang tagihnya..... Oleh karena itu, sebaik-baiknya presiden untuk kaum Marhaen adalah capres yang latar belakangnya adalah seorang Marhaen.
Sebagai seorang petani jamur tiram, maka Arwah adalah seorang Marhaen. Andaikata Soekarno melakukan perjalanan bersepeda pada saat sekarang ini, dan dilakukan di daerah Cipanas, maka niscaya ajaran beliau akan dinamakan Arwah-isme. Selama ini, para pengagum Soekarno hanya membaca sejarah Marhaenisme, tanpa menerapkannya. Menurut Soekarno, orang-orang seperti ini hanya "mewarisi abunya sejarah, bukan apinya sejarah." Maka dari itu, tujuan Arwah mencapreskan diri semata-mata adalah untuk mewarisi api sejarahnya Soekarno.
Secara ringkas, nilai tambah Arwah sebagai presiden 2014 adalah:
- Sebagai seorang Marhaen, maka Arwah tidak tersandera secara politik
- Sebagai seorang Marhaen, maka Arwah tidak bisa melakukan "kampanye padat modal", sehingga (keuntungannya) ketika menjabat, Arwah tidak punya program untuk "balik modal"
- Sebagai seorang Marhaen, maka Arwah sangat mengerti kebutuhan rakyat yang sebenarnya.
-
Fakta sejarah menunjukkan bahwa NKRI gagal menyejahterakan rakyatnya selama dipimpin oleh presiden non-Marhaen, yaitu Soekarno (pejabat di pemerintahan pendudukan Jepang), Soeharto (jenderal), Habibie (pejabat wapres),Gus Dur (anak mantan menteri dan cucu kyai besar), Megawati (anak mantan presiden), dan SBY (jenderal dan juga menantu jenderal). Sudah saatnya kaum menengah ke bawah, terutama petani, memilih presiden yang berlatar belakang Marhaen (petani miskin) seperti Arwah.
- Capres lain adalah orang kaya raya yang tidak bisa mengentaskan kemiskinan rakyat, sedangkan Arwah adalah capres marhaen (miskin) yang bisa membuat rakyat kaya raya..... Sebagai bukti dari pernyataan ini, maka Arwah (bila terpilih menjadi presiden NKRI 2014) akan memberikan dana Rp 100 juta pada setiap warga Indonesia. Catatan: pembagian dana Rp. 100 juta/orang tidak diambil dari APBN, tetapi dari program kreatif yang dilakukan oleh Arwah bila terpilih sebagai presiden NKRI 2014. Penjelasan lengkapnya bisa dilihat di tab "CAPRES AS".
KESIMPULAN:
Apabila Arwah menjadi presiden 2014, maka banyak keuntungan akan didapat, salah satunya adalah UMR Rp. 16 juta/bulan dan PPK Rp. 36 juta/bulan. Plus, BONUSnya adalah Rp. 100 juta rupiah per orang (bagi seluruh rakyat Indonesia). Untuk merealisasikan cita-cita tersebut, hanya perlu 3 langkah sederhana, yaitu:
- Sebarkan link web "Arwah2014" ini ke berbagai milis, twitter, facebook, dan jejaring sosial lainnya. Juga tulis artikel tentang Arwah di koran, buku, majalah, dan media massa lainnya.
- Apabila ada survei tentang capres, sebutkan nama "Arwah"
- Dalam Pilpres 2014, coblos capres "Arwah"
Capres lain hanya mengajak anda menyanyikan lagu "Indonesia Raya",
maka capres Arwah mengajak anda untuk "Bersama Kita Kaya Raya"
maka capres Arwah mengajak anda untuk "Bersama Kita Kaya Raya"
JANGAN SIA-SIAKAN HAK ANDA DI 2014 !!!